Berbicara tentang hal-hal yang normatif, yang idealis, seperti
keluar dari saya yang sebenarnya. Mengatakan saya harus menjaga hati hanya
untuk Allah, sementara mata ini terkadang masih selalu melirik ke arah
laki-laki di jalanan. Mengatakan saya harus selalu mengingat Dia, sementara
hati saya kadang selalu memikirkan seorang laki-laki, keadaannya, kebaikannya, dan
hal-hal yang spesial darinya.
Jika saya katakan munafik, itu sangat jauh. Namun begitulah
perasaan saya. Serasa seperti apa yang ada di dalam diri ini hanyalah
kebohongan-kebohongan. Semua hal yang bertentangan dengan yang idealis itu yang saya lakukan. Dosa dan kesalahan serta kekhilafan di dalam kehidupan tidak dapat
saya hindari. Ini adalah saya.
Bila dikatakan manusia yang buruk adalah manusia yang mempunyai
dua kepribadian, mungkn itu adalah saya. saya merasa memang mempunyai hal
itu. Sisi diri yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Di satu sisi saya adalah seorang manusia yang selalu berusaha melakukan yang terbaik bagi semua
yang kumiliki. Menjadi manusia yang ideal, manusia yang diharapkan hadir
ditengah-tengah dunia, menjadi manusia yang wajib.
Namun satu sisi lainnya, apa adanya, saya adalah saya yang selalu bermain dengan perasaan-perasaan, kenangan-kenangan, menginginkan sesuatu yang terkadang jauh dari apa yang seharusnya saya lakukan, bahkan bertentangan dengan konsep manusia beriman menurut saya. Yang saya bicarakan di sini bukan masalah akidah, namun akhlak, pergaulan sehari-hari dengan manusia-manusia diluar, saya yang serba kekurangan.
Namun satu sisi lainnya, apa adanya, saya adalah saya yang selalu bermain dengan perasaan-perasaan, kenangan-kenangan, menginginkan sesuatu yang terkadang jauh dari apa yang seharusnya saya lakukan, bahkan bertentangan dengan konsep manusia beriman menurut saya. Yang saya bicarakan di sini bukan masalah akidah, namun akhlak, pergaulan sehari-hari dengan manusia-manusia diluar, saya yang serba kekurangan.
Idealis, kadang saya berfikir bahwa saya adalah tipe seorang manusia yang
idealis, namun jika dipandang lagi ke dalam, yang didapatkan adalah diri yang
masih serba kekurangan. Dan idealis akhirnya hanya menjadi cita-cita dalam
fikiran. Hidup dengan apa yang seharusnya, sangat idealis dan normatif.
Pandangan sisi lain dari diri saya mengenai kehidupan yang ideal itu
terkadang terasa sangat membosankan, tiada hal-hal baru yang bisa menambah
warna di dalam jalur pengalaman. Polos dan jelas, karena semuanya bergantung
pada ketentuan dan aturan main kehidupan yang seharusnya. Sangat membosankan. Namun
adakalanya sang idealis itu berubah menjadi sangat menggiurkan. Seperti segelas
minuman yang tidak hanya menghilangkan dahaga tetapi juga dapat memberikan
kenikmatan yang tak dapat diberikan oleh benda apapun di dunia ini.
Kenikmatannya dapat mengalahkan akal dan hati.
Munafik jika saya berbicara mengenai susuatu yang seharusnya dilakukan, menerangkan bagaimana melakukannya, menjelaskan manfaat dan
bagaimana fungsinya dalam kehidupan namun dikehidupan saya hal itu susah untuk
dicapai. Sulit dilakukan meski terkadang sudah berusaha untuk melaksanakannya.
Idealis kadang menjadi sebuah capaian, bukan jalan. Bagi saya hal
itu sering terjadi.
Banyak anggapan di luar sana mengenai saya, yang selalu ingin
segala sesuatunya berjalan dengan sebagai mana mestinya. Begitu pandangan
mereka, saya adalah sang idealis. Tetapi mereka tidak sepenuhnya benar, apa yang saya lakukan adalah apa yang hati ini inginkan. Nuraniku bermain peranan.
Ketika dikatakan “sok suci” atau “sok bersih”, saya tidak bisa
memberikan jawaban, karena yang dilakukan adalah apa yang diinginkan hati.
Bukankah hati ini kadang bersih dan terkadang kotor? Mungkin mereka hanya
melihat saya ketika ia bersih, dan Tuhan menutupi perbuatan saya ketika ia kotor.
Sehingga yang bisa mereka katakan ketika saya melakukan sesuatu yang
bertentangan dengan keinginan nafsu maka kata-kata yang saya dapatkan adalah
hinaan dan cemoohan.
Bukankah seharusnya manusia harus selalu berusaha untuk membersihkan
diri? Meski dia bukan malaikat yang memang sudah bersih adanya, namun itu
adalah salah satu keistimewaan manusia. Ketika bayak hal di dunia yang mampu
mengotori hatinya, ia sanggup berjuang melawan semuanya, membersihkan hatinya.
Meski kadang telah kotor dan berkarat tetapi ketika cahaya itu datang menyapa
sang hati, kotoran terbandel pun mampu dibersihkan.
Cahaya itu tidak datang kepada semua orang, karena cahaya itu
adalah hasil dari pilihan. Manusia dapat memperoleh dan menjaga cahaya itu agar
tetap berada di dalam hatinya. Namun cahaya itu tidak datang dengan begitu
saja, karena manusia telah diberikan pilihan. Pilihan yang menentukan kehidupan
selanjutya, membawanya kepada cahaya atau mejauhkannya dari cahaya.
Sang idealis adalah salah seorang yang akan berusaha mendapatkan
cahaya itu. Karena ia tahu itu yang seharusnya ia lakukan. Sementara saya,
selalu berada dalam posisi dimana sang idealis harus berjuang mati-matian
memperebutkan kursi penguasa di tubuh, hati dan akal ini. Kadang ia bisa memenangkannya, namun terkadang
nafsu yang mendudukinya.
Pekanbaru, 25 12 2012
Sianghari setelah dzuhur dilaksanakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar