Selasa, 01 Juli 2014

Si idealis


Berbicara tentang hal-hal yang normatif, yang idealis, seperti keluar dari saya yang sebenarnya. Mengatakan saya harus menjaga hati hanya untuk Allah, sementara mata ini terkadang masih selalu melirik ke arah laki-laki di jalanan. Mengatakan saya harus selalu mengingat Dia, sementara hati saya kadang selalu memikirkan seorang laki-laki, keadaannya, kebaikannya, dan hal-hal yang spesial darinya.
Jika saya katakan munafik, itu sangat jauh. Namun begitulah perasaan saya. Serasa seperti apa yang ada di dalam diri ini hanyalah kebohongan-kebohongan. Semua hal yang bertentangan dengan yang idealis itu yang saya lakukan. Dosa dan kesalahan serta kekhilafan di dalam kehidupan tidak dapat saya hindari. Ini adalah saya.
Bila dikatakan manusia yang buruk adalah manusia yang mempunyai dua kepribadian, mungkn itu adalah saya. saya merasa memang mempunyai hal itu. Sisi diri yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Di satu sisi saya adalah seorang manusia yang selalu berusaha melakukan yang terbaik bagi semua yang kumiliki. Menjadi manusia yang ideal, manusia yang diharapkan hadir ditengah-tengah dunia, menjadi manusia yang wajib. 
Namun satu sisi lainnya, apa adanya, saya adalah saya yang selalu bermain dengan perasaan-perasaan, kenangan-kenangan, menginginkan sesuatu yang terkadang jauh dari apa yang seharusnya saya lakukan, bahkan bertentangan dengan konsep manusia beriman menurut saya. Yang saya bicarakan di sini bukan masalah akidah, namun akhlak, pergaulan sehari-hari dengan manusia-manusia diluar, saya yang serba kekurangan.
Idealis, kadang saya berfikir bahwa saya adalah tipe seorang manusia yang idealis, namun jika dipandang lagi ke dalam, yang didapatkan adalah diri yang masih serba kekurangan. Dan idealis akhirnya hanya menjadi cita-cita dalam fikiran. Hidup dengan apa yang seharusnya, sangat idealis dan normatif.
Pandangan sisi lain dari diri saya mengenai kehidupan yang ideal itu terkadang terasa sangat membosankan, tiada hal-hal baru yang bisa menambah warna di dalam jalur pengalaman. Polos dan jelas, karena semuanya bergantung pada ketentuan dan aturan main kehidupan yang seharusnya. Sangat membosankan. Namun adakalanya sang idealis itu berubah menjadi sangat menggiurkan. Seperti segelas minuman yang tidak hanya menghilangkan dahaga tetapi juga dapat memberikan kenikmatan yang tak dapat diberikan oleh benda apapun di dunia ini. Kenikmatannya dapat mengalahkan akal dan hati.
Munafik jika saya berbicara mengenai susuatu yang seharusnya dilakukan, menerangkan bagaimana melakukannya, menjelaskan manfaat dan bagaimana fungsinya dalam kehidupan namun dikehidupan saya hal itu susah untuk dicapai. Sulit dilakukan meski terkadang sudah berusaha untuk melaksanakannya.
Idealis kadang menjadi sebuah capaian, bukan jalan. Bagi saya hal itu sering terjadi.
Banyak anggapan di luar sana mengenai saya, yang selalu ingin segala sesuatunya berjalan dengan sebagai mana mestinya. Begitu pandangan mereka, saya adalah sang idealis. Tetapi mereka tidak sepenuhnya benar, apa yang  saya lakukan adalah apa yang hati ini inginkan. Nuraniku bermain peranan.
Ketika dikatakan “sok suci” atau “sok bersih”, saya tidak bisa memberikan jawaban, karena yang dilakukan adalah apa yang diinginkan hati. Bukankah hati ini kadang bersih dan terkadang kotor? Mungkin mereka hanya melihat saya ketika ia bersih, dan Tuhan menutupi perbuatan saya ketika ia kotor. Sehingga yang bisa mereka katakan ketika saya melakukan sesuatu yang bertentangan dengan keinginan nafsu maka kata-kata yang  saya dapatkan adalah hinaan dan cemoohan.
Bukankah seharusnya manusia harus selalu berusaha untuk membersihkan diri? Meski dia bukan malaikat yang memang sudah bersih adanya, namun itu adalah salah satu keistimewaan manusia. Ketika bayak hal di dunia yang mampu mengotori hatinya, ia sanggup berjuang melawan semuanya, membersihkan hatinya. Meski kadang telah kotor dan berkarat tetapi ketika cahaya itu datang menyapa sang hati, kotoran terbandel pun mampu dibersihkan.
Cahaya itu tidak datang kepada semua orang, karena cahaya itu adalah hasil dari pilihan. Manusia dapat memperoleh dan menjaga cahaya itu agar tetap berada di dalam hatinya. Namun cahaya itu tidak datang dengan begitu saja, karena manusia telah diberikan pilihan. Pilihan yang menentukan kehidupan selanjutya, membawanya kepada cahaya atau mejauhkannya dari cahaya.
Sang idealis adalah salah seorang yang akan berusaha mendapatkan cahaya itu. Karena ia tahu itu yang seharusnya ia lakukan. Sementara saya, selalu berada dalam posisi dimana sang idealis harus berjuang mati-matian memperebutkan kursi penguasa di tubuh, hati dan akal ini. Kadang ia bisa memenangkannya, namun terkadang nafsu yang mendudukinya.

Pekanbaru, 25 12 2012
Sianghari setelah dzuhur dilaksanakan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar