Bismillah
Malam
ini sebelum tidur kusempatkan menulis apa yang ada dalam benakku saat ini. Teringat
diskusi panjang kami mengenai topik hangat di beberapa waktu lalu saat training
kepemimpinan di surabaya. Pembahasan yang didiskusikan saat adalah masalah
pemanfaatan teknologi informasi pada kawasan lokalisasi yang pada akhirnya
menjurus kepada masalah keberadaan lokalisasi itu sendiri.
Banyak
yang setuju, namun ada juga yang tidak menyetujui dan salah satunya adalah aku.
Tidak hanya dalam forum diskusi, dalam kelompok diskusi pun aku menjadi
minoritas yang keras membantah keberadaan lokalisasi. Berbagai alasan
dikemukakan oleh para peserta yang menyetujui keberadaan lokalisasi, mulai dari
sisi ekonomi dengan mengatakan akan menambah pendapatan masyarakat, hingga
alasan sosial dengan mengatakan bahwa lokalisasi dapat mencegah tersebarnya
pelacur di tiap sudut kota.
Satu
hal yang ingin ku sampaikan disini. Sebagai seorang kader KAMMI yang sama-sama
berusaha mewujudkan tujuan “mewujudkan bangsa dan negara Indonesia yang
Islami”, kita harus bersikap tegas terhadap kebatilan yang jelas-jelas salah
dimata Islam. Bukan sebaliknya, loyo dan lemah hanya dikarenakan alasan
perekonomian masyarakat.
Membahas
masalah lokalisasi di sebuah daerah di salah satu bagian negara Indonesia memang tidak cukup hanya dengan
diskusi beberapa jam saja, apatah lagi seluruh daerah yang menjadi dan
dijadikan kawasan prostitusi. Diperlukan penelaahan yang tajam dan mendalam
mengenai manfaat dan kerusakan yang ditimbulkannya.
Dalam
sebuah kaidah, disebutkan bahwa “menolak kerusakan lebih diutamakan dari
pada mengambil manfaat”. Kita dapat menemukan kalimat ini dalam buku-buku
hukum Islam. Oleh karena itu, hal yang harus ditemukan dan dipahami dalam
masalah lokalisasi ini adalah manfaat dan kerusakan yang ditimbulkannya. Namun sebelum
itu, harus kita perhatikan hukum yang diberikan oleh Allah terhadap perbuatan
hubungan seksual antara perempuan dan laki-laki yang berada diluar ikatan
pernikahan yang sah yang disebut dengan zina. Hukumnya adalah haram, hal ini
dapat dipahami dari kalimat “dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya
zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.” (QS
17:32) dari sini dapat dilihat bagaimana Allah sangat mengantisipasi agar
manusia menjauh dari perbuatan zina.
Dari
hukum perbuatannya saja telah haram, lalu bagaimana dengan pengadaan fasilitas
bagi manusia untuk dapat melakukan perzinaan dengan mudah dan tanpa
dihalang-halangi? Tentu saja jelas hukumnya juga haram sebagaimana jelasnya
keharaman menjual minuman beralkohol, meski si penjual tidak meminumnya, namun
ia telah menyediakan kemudahan bagi orang lain untuk mendapatkan minuman
tersebut.
Lalu
bagaimana dengan pemanfaatan teknologi Informasi di daerah lokalisasi?
Jawabannya ada pada sebuah kaidah fiqh yang berbunyi ” Apabila berkumpul yang
halal dengan yang haram maka hukumnya menjadi haram”. Maksudnya, meskipun pemanfaatan teknologi
informasi adalah sebuah hal yang halal, namun dikarenakan haramnya prbuatan
zina dan pengadaan kawasan lokalisasi maka hukum pemanfaatan teknologi
informasi di daerah lokalisasi menjadi haram.
Kembali
kepada masalah pengadaan lokalisasi, yang menjadi sebuah PR bagi kita semua
yang akan mewarisi negeri ini dengan seluruh permasalahannya, penanganan dan
penyelesaian msalah lokalisasi tidak dapat dilakukan hanya dengan pembubaran
dan pengalih fungsian daerah lokalisasi saja karena hal itu masih sangat
parsial. Diperlukan sebuah solusi yang menyeluruh dan tidak separuh-separuh.
Segala sisi harus dikaji, mulai dari perempuan-perempuan penyedia jasa seks,
pelanggan, masyarakat sekitar, aturan hukum yang jelas, hingga hukuman yang
diberikan kepada pelaku zina, kesemuanya harus dapat menutup pintu bagi
perzinaan hingga tidak ada celah bagi manusia untuk dapat melakukannya atau
bahkan mendekatinya.
Prostitusi
adalah sebuah titik kecil masalah yang ada di negara kita ini, namun titik
kecil tersebut sangat mempengaruhi kehidupan negara, karena perbuatan zina
dapat merusak tatanan terkecil dalam sebuah negara, yaitu keluarga. Tidak hanya
tubuh negara yang akan rusak, pandangan dunia terhadap negara ini juga akan
rusak. Maka, masihkan kita akan
menyetujui pengadaan lokalisasi bagi para pelacur yang diberikan gelar kehormatan
dengan “pekerja” seks komersial?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar